Sistem pendidikan dirancang untuk membiasakan peserta didik belajar secara berdiri sendiri maupun berkelompok, dengan harapan mereka sanggup menguasai materi pembelajaran dan mengimplementasikannya di sesudah itu hari. Namun, maraknya fenomena joki tugas membawa dampak peserta didik tidak harus repot-repot belajar, namun tetap sanggup memperoleh nilai bagus.
Para joki umumnya adalah sesama pelajar yang sebenarnya hobi belajar, dan mereka menggunakan “keahliannya” untuk mencari uang. Ada yang cuman sebagai uang jajan tambahan, namun ada termasuk yang melakukannya dikarenakan desakan ekonomi. Jasa joki kti kedokteran yang ditawarkan pun beragam, jadi berasal dari penulisan makalah harian, artikel jurnal, skripsi, bahkan tesis dan disertasi.
Investigasi Kompas melaporkan bisnis joki ini menghasilkan banyak uang. Tarif yang dipatok pun bervariasi, jadi berasal dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Ada joki yang sanggup mencukupi kebutuhan sehari-hari, membiayai kuliah, dan bahkan hingga biaya sekolah adiknya.
Sebenarnya, perjokian di dunia pendidikan bukanlah hal baru. Namun, di jaman selanjutnya praktik ini dijalankan dengan langkah yang lebih sederhana, para joki umumnya “beriklan” di warnet-warnet, atau menempelkan selebaran di tiang-tiang listrik lebih kurang kampus. Kini, dengan penggunaan internet yang masif, perjokian dijalankan secara sophisticated. Dan praktiknya pun meluas, tak cuman jasa penulisan, namun termasuk jasa joki ujian daring.
Artikel berjudul “Sepak Terjang Joki Tugas Kuliah di Masa Pandemi” menjelaskan bahwa bersamaan pertumbuhan teknologi, para joki lebih terbuka mempromosikan diri. Berbagai platform digital dimanfaatkan untuk beriklan, seperti media sosial. Tak tidak cukup akal, para joki termasuk “berjualan” lewat marketplace. Cukup menggunakan kata kunci atau tagar “joki tugas”, maka kita sanggup dengan ringan terpapar “iklan” yang diunggah para joki tersebut.
Bahkan, ada yang mobilisasi bisnis joki dengan badan bisnis yang sah, berkedok jasa bimbingan belajar atau jasa pengetikan, dan mengemas Info jasanya didalam bentuk web site web, seolah jasa yang ditawarkan berwujud sahih dan legal. Karyawannya pun berjumlah ratusan, dengan berbagai jenjang pendidikan, berasal dari S1 hingga S3.
Fenomena joki ini sudah sangat meresahkan. Inilah “sisi gelap” pendidikan di Indonesia, yang tidak sanggup kita abaikan. Mutu lulusan Indonesia sanggup menjadi menurun. Belum lagi urusan mutu mental. Jika saat tetap sekolah/kuliah saja mereka menganggap bahwa berbuat curang adalah hal yang wajar, bagaimana nanti saat mereka terjun ke dunia kerja, yang lebih kompleks dan kompetitif?
Sebagai pendidik, kita harus memandang isu ini sebagai sebuah kemerosotan, serta harus langsung melalukan intervensi yang nyata dan tegas. Namun, bagaimana caranya, kecuali karya ilmiah buatan joki tetap sulit untuk diidentifikasi?
Kita harus lebih cerdas berasal dari para joki itu! Memang, ini adalah kerja keras kita sebagai pendidik demi melindungi mutu lulusan didalam negeri. Kita harus lebih detail didalam memeriksa tugas-tugas yang dihimpun oleh peserta didik. Jangan terburu-buru suka dan suka hanya dikarenakan mereka menyatukan tugas tepat waktu.
Setidaknya ada beberapa hal yang sanggup kita perhatikan saat memeriksa tugas mereka, yaitu:
Perhatikan penggunaan referensi. Penulisan karya ilmiah perlu referensi sahih, yakni buku dan jurnal. Kebanyakan para joki tidak punyai saat untuk membaca buku dan jurnal satu per satu, dan memilih sumber terbuka di internet.
Lakukan cek plagiarisme. Terdapat beberapa kecerdasan buatan yang sanggup kita menggunakan untuk cek plagiarisme, seperti Plagiarism Checker, Turin, Laporan Keaslian didalam Google Classroom, Duplichecker, dan sebagainya. Tentukan sendiri berapa % batas plagiarisme yang sanggup ditoleransi. Misalnya, kecuali sebuah postingan terdeteksi mengandung plagiarisme hingga 30%, maka postingan itu sanggup dikategorikan sebagai bukan karya asli.
Amati korelasi judul dengan isi, dan nilai kualitasnya. Beberapa tugas menuntut peserta didik lakukan anggapan mendalam berasal dari sebuah topik atau masalah, dan banyak joki tugas yang tidak punyai kapabilitas tersebut, supaya tulisannya terhenti terhadap ranah definisi.
Sementara itu, untuk menghindar praktik perjokian, ada beberapa hal yang sanggup kita lakukan, pada lain:
Terapkan metode pembelajaran yang mengharuskan seluruh peserta didik presentasi, dan lakukan tanya jawas serta diskusi selama presentasi. Dari situ kita sanggup menilai, kecuali menggunakan jasa joki, mereka tidak dapat menguasai materi yang dipresentasikan.
Motivasi peserta didik. Berikan pandangan terhadap mereka, bahwa nilai tinggi bukanlah obyek akhir seorang pelajar, namun sebuah awal untuk maju ke depan. Sampaikan termasuk bahwa hasil karya sendiri dapat memberikan kepuasan dan kebanggaan pribadi, dan ilmu yang didapatkan berasal dari jerih payah sendiri tak dapat lekang oleh waktu.
Ingatkan peserta didik bahwa praktik perjokian adalah sebuah tindakan ilegal, dan punyai konsekuensi hukum yang tertuang didalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional, yang terhadap intinya menjelaskan kecuali sebuah karya ilmiah terbukti merupakan jiplakan, gelar akademiknya dapat dicabut, dan sanksi pidana tertuang didalam Pasal 70. Bahkan praktik perjokian sanggup dikenai sanksi pidana sebagaimana diatur didalam Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat/dokumen, dan Pasal 378 KUHP tentang penipuan.
Ketika mendapatkan praktik perjokian, jangan ragu untuk mendiskualifikasikan mereka yang terlibat, baik pengguna maupun joki. Dengan demikian kita sanggup melindungi integritas akademis dan mengeliminasi ketidakjujuran intelektual.
Upaya ini harus dijalankan secara serempak, jadi berasal dari tingkat pendidikan dasar, menengah, hingga tinggi. Karena fenomena joki ini tidak hanya berada di tingkat perguruan tinggi, sejumlah joki bahkan tawarkan jasa pembuatan tugas pelajar SD, SMP, dan SMA. Jika seluruh pendidik kompak didalam menanamkan integritas dan kejujuran terhadap peserta didiknya secara bersinambung, bukan tidak bisa saja dunia pendidikan di Indonesia dapat bersih berasal dari praktik perjokian.
Dengan semangat Hari Pendidikan Nasional, mari kita berantas praktik perjokian, demi pendidikan Indonesia yang lebih baik dan konsisten berjaya.